Secercah Harapan

Hari yang berbeda dari biasanya. Mama dan papa tidak ada di rumah. Di rumah hanya ada aku, Kak Dinda dan bibi.
“Adek, ayo sarapan. Makanannya udah ada di meja tuh”
“Iya kakak…”
Saat di meja makan, “Kak, mama sama papa dimana?”, “Kata bibi tadi pagi, mama dan papa ke luar kota” jawab kak Dinda.

Akhir-akhir ini mama dan papa jarang di rumah. Biasanya tiap pagi aku dan kak Dinda mau berangkat sekolah, pasti ada kecupan manis dari mama. Dan kali ini, jauh berbeda.
“Dzzzz…”, tiba-tiba ponsel Kak Dinda bergetar, ternyata ada SMS dari abang Vian,
“Dek Dinda dan Dek Sela, maaf ya hari ni abang G bisa anter kalian ke school. Coz, abang lg ada acara nih di kampus. Sorry ya mendadak”
“Okee bang, nggak papa.”, balasku.
“Kali ini kita jalan kaki yah, gak apa apa kan Dek? soalnya Bang Vian lagi ada acara,” kata Kak Dinda .
“It’s okey Kak. Sesekali jalan kaki ke sekolah. Kan nggak jauh jauh amat”, jawabku.

Sembari berjalan, aku ngobrol-ngobrol dengan kak Dinda,
“Kak, mama sama papa udah gak sayang sama kita ya?” tanyaku.
“Hus! Adek kok tanya gitu sih? Gak boleh ah!, kakak gak suka.” Jawabnya.
“Tuh buktinya, mereka jarang banget kumpul sama kita. Aku Cuma pengen kita itu kayak dulu kak. Lihat TV bareng, jalan jalan bareng. Lah sekarang?”, “Jangan negatif thinking lah, mungkin itu perasaan adek aja. Udah lah dek, tenang aja. Kan di sini masih ada kakak..” jawabnya.

Pulang sekolah, aku dan Kak Dinda mampir ke rumah kakek.
“Assalamualaikum.. kakek..”, “Kak, kok gak ada yang jawab? Tumben?” kataku.
Pas kita masuk ke dalam rumah kakek, ternyata ada suara mama di dalam sedang berbincang dengan kakek. Wajah mama juga terlihat merah.
“Lhoh, mama kok di sini? Ada apa Ma? Mama nangis?” tanyaku kebigungan.
“Nggak papa kok sayang, mama cuma mampir aja di rumah kakek,” jawab mama tersenyum kecil.
Mama berusaha menutupinya. Di situ, aku mulai bingung. Aku makin penasaran apa yang sebenarnya terjadi.
“Kakek.. kalau Sela boleh tau nih, mama sama papa itu kenapa sih kok jarang di rumah?”, “Banyak kerjaan mungkin Sel, jadi jarang di rumah.” jawab kakek singkat.
“Nah lho, tadi buktinya mama ada di rumah kakek. Kakek bohong ya? Bohong dosa loh Kek. Kakek kan baik.. yah Kek yah.. kasih tau ke Sela..” ucapku merayu lagi.
Kakek hanya terdiam layak mulutnya terkunci.

Pagi ini, saudara ku dari palembang datang ke sini. Aku tidak tau tujuan mereka ke sini. Entah silaturahmi atau sekedar berlibur. Pastinya hari ini ada mama dan papa. Dalam hati aku mulai tersenyum.

Di ruang tamu, aku mendengar mama berkata seperti ini, “Orang tua kandung Dinda meminta untuk ngembaliin Dinda ke tangan mereka. Padahal waktu itu mereka sudah berjanji pada ku kalau Dinda selamanya padaku. Aku juga takut, kalau Dinda tidak mau menerima keadaan yang sebenarnya.”
Mendengar kata-kata mama, aku kaget bukan kepalang. Hatiku mulai remuk perlahan. Ternyata Kak Dinda, kakak yang paling kusayang adalah kakak angkatku. Langsung saja ku peluk bibi dengan erat. Dari situ aku mulai meneteskan air mata. tiba tiba saja hidungku mengeluarkan darah yang cukup banyak.

Sesegera aku di bawa ke rumah sakit oleh mama dan papa. Kulihat wajah kak Dinda di sampingku..
keadaanku semakin tidak stabil, dokter menyarankan untuk rawat Inap dengan pemeriksaan lebih lanjut. Kak Dinda selalu menemaniku. pancaran kasih tulusnya.

Tiga hari berlalu. Tinggal tunggu hasil tes dari dokter. Dokter mengatakan ternyata aku di vonis penyakit kanker darah atau leukimia. Aku butuh sumsum tulang belakang, demi nyawa dan kesembuhanku.

Hasil tes laboratorium mama dan papa, hasilnya tidak cocok. keduanya hanya meneteskan air mata seraya memohon agar ada yang menyumbangkan sumsum tulang belakang untukku.

Keesokan harinya, dokter menemukan sumsum tulang belakang yang cocok untukku.
Alhamdulillah, operasi lancar dan sukses. Aku di pindahkan ke ruang rawat Inap. saat aku terbangun dari obat bius, aku melihat di ruangan itu ada mama dan papa. Mereka sontak tersenyum melihatku sadar.
“Ma.. Pa.. aku pengen, kita kayak dulu.. kumpul bareng, nonton TV bareng, jalan-jalan bareng sama mama, papa dan Kak Dinda juga..” kataku, meneteskan air mata.
“Iya sayang.. maafin mama sama papa yah. kita janji, akan selalu jagain Sela kapan pun yang Sela mau..” jawab mama juga meneskan air mata.
“Ma, Pa.. Kak Dinda mana?” tanya Ku
“Kak Dinda..”, mama dan papa terdiam, aku juga bingung kenapa mereka tidak menjawab pertanyaan Ku.
Aku mencoba bertanya ke siapapun, tetapi keadaanku masih belum stabil. Aku harus istirahat total, dan terbaring di kamar inap.
“Dek Sela.. maaf ya, abang baru bisa jenguk kamu sekarang. Lagi banyak tugas di kampus. Hehehe.” sapa Bang Vian mengejutkanku
“Kak Dinda kemana? Selama aku di operasi dia nggak nemenin aku…”
Bang Vian Cuma diam gak jelas.
“Bang, jawab pertanyaanku!” paksaku.
“Andai saja kamu tau apa yang sebenarnya terjadi.”
Ku lihat wajah Bang Vian mulai memerah, dan air matanya bercucuran.
“Memangnya, apa yang sebenernya terjadi?”.
“Dinda komplikasi dan kekurangan darah pasca operasi. Sekarang, dia.. sudah berada di surga. dan sebelum operasi, Dinda menitipkan surat untukmu.”

Sela, adikku sayang
Dalam pelukmu, ku dapatkan sejuta kehangatan. Dalam matamu, ku dapatkan sejuta keindahan. Lilin-lilin di hatimu, selalu memubuat kehangatan tersendiri bagiku. Andai saja, waktu bisa berputar. Aku tidak akan menyia-nyiakan masa lalu itu. akan Ku petik setiap keindahan yang ada, dan ku simpan baik-baik dalam hati ini.
Walaupun aku hanya kakak angkat mu, dirimu selalu ada di sampingku. Tak pernah ada kata benci dalam mulutmu. Tak ada kata malu dalam perasaanmu. Aku rela akan selalu menjagamu, hingga akhir masa-masa hidupku. Aku rela apa yang dirimu butuhkan, ku berikan pada dirimu. Aku akan tersenyum, bila kau mendapatkannya.
Terakhir, Jaga mama dan papa baik-baik, jaga mereka layaknya aku menjagamu.
Dalam tidurku, ku akan selalu mengingatmu.
Dinda

Tanpa henti, aku meneteskan air mata.
Dalam hati aku menjawab, “kakak akan selalu di dalam diriku. Aku akan menjaganya baik-baik. Sekarang, aku merasakan bahagiamu di alam sana. Aku yakin, suatu saat kita pasti akan bertemu di surga nanti bersama mama dan papa.”





The End

0 Komentar